Aku selalu teringat padamu ketika hujan turun, terutama pada luka
yang kamu berikan. Padahal, aku berharap sejuknya air hujan mampu mengobati
luka ini. Nyatanya, hujan hanya kembali mengingatkanku pada semua kenangan
tentang dirimu. Dan membuka kembali luka yang hampir kering.
Hujan tidak lagi menjadi hal yang paling kutunggu-tunggu.
Tidak setelah kamu pergi. Tidak setelah semua kenangan buruk ini muncul ketika
hujan turun.
Dulu aku selalu merindukan tetesan air hujan yang jatuh dan
menyentuh pipiku. Dulu aku selalu ingin merasakan sejuknya tetesan air hujan
yang membuatku nyaman. Dulu...aku dapat mendengarkan nyanyian kerinduan yang
diciptakan hujan.
Sekarang segalanya telah berubah. Iya, kamu tak lagi ada
disini. Menemaniku, membisikan kata-kata yang mampu menciptakan semburat merah
dipipiku. Membuatku percaya bahwa segalanya akan baik-baik saja, selama kamu
disisiku. Selama kamu mencintaiku.
Tapi tidak untuk saat ini. Aku benci tetesan air hujan yang
jatuh dan menyentuh pipiku. Aku benci karena tetesan air hujan tak lagi mampu
membuatku nyaman. Dan, aku benci hujan
dengan segala nyanyian kerinduan yang ia senandungkan.
Hujan hanya mengingatkanku pada semua kenangan yang tak lagi
berarti dimatamu. Mengingatkanku betapa bodohnya manusia ketika dihadapkan
dengan cinta. Aku tahu, aku tidak bisa terus berjalan ditempat seperti ini.
Mengulang-ulang segala sesuatu yang kuharap tidak akan pernah menjadi kenangan. I know.
Life must go on.