Jumat, 24 Mei 2013

Hujan dan Nyanyian Kerinduan


Aku selalu teringat padamu ketika hujan turun, terutama pada luka yang kamu berikan. Padahal, aku berharap sejuknya air hujan mampu mengobati luka ini. Nyatanya, hujan hanya kembali mengingatkanku pada semua kenangan tentang dirimu. Dan membuka kembali luka yang hampir kering.

Hujan tidak lagi menjadi hal yang paling kutunggu-tunggu. Tidak setelah kamu pergi. Tidak setelah semua kenangan buruk ini muncul ketika hujan turun.

Dulu aku selalu merindukan tetesan air hujan yang jatuh dan menyentuh pipiku. Dulu aku selalu ingin merasakan sejuknya tetesan air hujan yang membuatku nyaman. Dulu...aku dapat mendengarkan nyanyian kerinduan yang diciptakan hujan.

Sekarang segalanya telah berubah. Iya, kamu tak lagi ada disini. Menemaniku, membisikan kata-kata yang mampu menciptakan semburat merah dipipiku. Membuatku percaya bahwa segalanya akan baik-baik saja, selama kamu disisiku. Selama kamu mencintaiku.

Tapi tidak untuk saat ini. Aku benci tetesan air hujan yang jatuh dan menyentuh pipiku. Aku benci karena tetesan air hujan tak lagi mampu membuatku nyaman.  Dan, aku benci hujan dengan segala nyanyian kerinduan yang ia senandungkan.

Hujan hanya mengingatkanku pada semua kenangan yang tak lagi berarti dimatamu. Mengingatkanku betapa bodohnya manusia ketika dihadapkan dengan cinta. Aku tahu, aku tidak bisa terus berjalan ditempat seperti ini. Mengulang-ulang segala sesuatu yang kuharap tidak akan pernah menjadi kenangan. I know.  Life must go on.